Senin, 30 Maret 2015

PENGARUH TEKNOLOGI DALAM WAYANG KULIT

Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna 'bayangan', hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.

Seiring perkembangan zaman pengguanaan sistem teknologi seperti Laighting Lampu dalam pementasan Wayang kini cukup mengubah unsur tradisional yang ada dalam suatu pertunjukan wayang.saat ini penggunaan lampu cukup dikatakan lebih praktis atau efisien karena penggunaan lampu dapat menimbulkan pencahayaan yang luas sehingga penerangan dalam pertunjukan wayang dapat jelas terlihat oleh para penikmat atau penonton pertunjukan wayang itu sendiri. Dalam seni pertunjukan, tata cahaya berada dalam disiplin teknik produksi bersama dengan tata pentas, kriya panggung (stage craft) dan hal hal lain yang bersifat sebagai pendukung visual suatu pergelarlan.dalam perkembangan seni pertunjukan di Indonesia teknik produksi belum mendapat perhatian yang cukup bahkan dalam pendidikan kesenianpun tidakada jurusan yang membuka peminatan teknik produksi tersebut.Dengan semakin banyaknya festival-festival seni pertunjukan diberbagai kota maka kebutuhan untuk mengemas pertunjukan menjadi sesuatu yang menarik dan lain dari penyajian kelompok lain, maka kebutuhan pemahaman teknik produksi tumbuh. Namun seringkali tumbuh kembangnya seni pertunjukan tidak seiring dengan berkembangnya gedung pertunjukan. Akustik ruangan, penataan cahaya dan tata teknik pentasnya seringkali tak memenuhi persyaratan minimal untuk suatu pertunjukan.

Dalam situasi seperti itulah para pekerja dibelakang panggung merekayasa agar pertunjukan menjadi sesuau yang berarti dan punya sumbangan dalam perkebangan seni pertunjukun.Studi-studi yang dilakukan oleh para pekerja belakang panggung pada umumnya dilakukan sendiri oleh para pelaku itu sendiri atau bersama-sama dengan kelompoknya atau kalau beruntung bisa mengikuti lokakarya-lokakarya yang diadakan oleh lembaga-lembaga kesenian yang punya pehatiandan keprihatinan terhadap perkembangan dunia seni pertunjukan.

Dalam teater sinar/lampu tidak sekedar berfungsi sebagai penerangan, tetapi juga memiliki fungsi tertentu khususnya pada pementasan wayang. Adapun fungsinya sebagai berikut.
  1. Menerangi lakon wayang sehingga jelas terlihat oleh penonton
  2. Memberikan efek alamiah dari waktu: jam, musim, cuaca,dan suasana
  3. Membantu melukis dekorasi dalam menambah nilai warna sehingga terdapat efek sinar dan bayangan
  4. Membantu permainan dalam melambangkan maksud dengan memperkuat kejiwaan
  5. Mengekspresikan mood dan atmosfer dari naskah, guna mengungkapkan gaya dan tema naskah.
  6. Memberikan variasi sehingga adegan tidak statis.

Dengan semakin berkembangnya zaman maka kebudayaan wayang semakin memudar, karena kreatifitas para seniman pendalangan tak berkembang lagi dan bahkan mengalami kemerosotan mutu seni yang drastis. Contohnya : hal-hal yang justru bersifat hibiran semata-mata, mendapat sambutan meriah dari penonton, ramai dan lucu. Akibatnya, seni pendalangan mengalami kemerosotan dan semakin parah dengan mengorbankan nilai-nilai estetis dari seni pendalangan itu sendiri.
Sebab-sebab terjadinya penyimpangan tersebut adalah :
  1. Kekhawatiran para pendalang yang akan kehilangan sumber mata pencahariannya.
  2. Mahalnya harga untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit.
  3. Tidak semua orang jawa tertarik padfa kesenian wayang kulit.
  4. Pengaruh media massa dan privasi perusahaan televise setelah jatuhnya Soeharto, wayang kulit itu. Secara langsung tayangkan pada masyarakat hampir setiap malam melalui televise seperti jogja TV atau melalui penyiaran radio setiap minggu.


Sumber Referensi: